Arti Sebuah Kemerdeka an Bagi Buruh



Baru-baru ini bangsa Indonesia merayakan hari “Kemerdekaannya” yang ke-68 pada tanggal 17 Agustus 2013 dan itu artinya sudah 68 tahun kita semua terbebas dari penjajahan bangsa asing.
Bila kita melihat kembali kebelakang, jauh sebelum bangsa Indonesia memproklamirkan hari kemerdekaannya, kita semua mengetahui bagaimana kita dijadikan “budak” oleh bangsa Belanda & Jepang melalui sistem “kerja paksa” yang terkenal dengan istilah “Rodi & Romusha”.
Disitu kita semua bisa melihat bagaimana bangsa kita diperlakukan dengan sangat tidak manusiawi, dimana kita bekerja tanpa pernah berhenti dan juga kedua Negara ini tidak pernah memberikan hak-hak bangsa kita.


Waktu terus berlalu dan haripun terus berganti seiring dengan terus berlangsungnya “kerja paksa”, tanpa disadari oleh kedua Negara tersebut, para pejuang kita terus berupaya dan berusaha untuk merebut “kemerdekaan” sekalipun harus mengorbankan waktu, tenaga, pikiran, harta dan darah.
Kini setelah 68 tahun bangsa Indonesia menikmati kemerdekaannya, justru para kaum buruh yang ada di seluruh Indonesia tidak pernah merasakan apa itu “merdeka” padahal kita semua tahu arti dari kata “merdeka” yaitu terbebas dari segala bentuk penindasan dan perbudakan, sepertinya “merdeka” itu cuma dirasakan dan dimiliki oleh “pengusaha dan penguasa”, sementara bagi kaum “buruh” kata “merdeka” hanyalah sebuah symbol untuk menutupi keberadaan “buruh” yang sebenarnya, kenapa saya katakana demikian? Karena sampai saat ini “buruh” tidak pernah merasakan hak-haknya secara utuh bahkan para pengusaha secara terang-terangan tidak melaksanakan “kewajibannya” yang sudah diatur dalam Undang-Undang ketenagakerjaan dan yang lebih parah lagi perbuatan mereka justru terkesan dilindungi oleh “penguasa” padahal dalam Undang-Undang Negara Republik Indonesia mengatur bahwa setiap warga Negara mempunyai hak dan kedudukan yang sama di mata hukum sehingga tidak ada satu orangpun yang kebal akan hukum apabila dia bersalah”. Sekarang pertanyaannya ada apa dengan bangsa kita? Ada apa dengan moral pemimpin kita? Dan kenapa harus “buruh” yang dikorbankan?

Sekarang saya mau mengajak anda untuk bersama-sama membuka dan membaca UU. No. 13 Tahun 2003 tentang Ketenagakerjaan, UU No. 3 Tahun 2004 tentang Jamsostek, UU  No. 21 Tahun 2000 tentang Serikat Buruh/Serikat Pekerja dan beberapa Keputusan Menteri yang mengatur hak-hak buruh. Kita semua tahu bahwa semua Undang-Undang dan keputusan menteri yang dimaksud diatas tadi merupakan produk “hukum” yang dibuat “pemerintah” untuk melindungi kaum “buruh” dari ketidakadilan agar “buruh” bisa merasakan haknya, secara garis besar dapat diuraikan antara lain : “buruh” berhak memperoleh pekerjaan yang layak dan kesempatan yang sama tanpa “diskriminasi”, buruh berhak memperoleh Jamsostek, buruh berhak memperoleh upah yang layak, buruh berhak atas cuti tahunan, upah lembur harus sesuai aturan perUndang-Undangan dan yang terakhir buruh berhak membentuk organisasi buruh. Sebenarnya masih banyak lagi hak-hak buruh yang belum saya sebutkan tapi hal-hal diatas merupakan bagian-bagian pelanggaran melawan hukum yang dilakukan oleh para pengusaha yang sampai saat ini tidak pernah terjamah oleh hukum, pertanyaannya kenapa pemerintah tidak berani menyeret pengusaha yang melanggar hukum ke meja pengadilan padahal pelanggarannya jelas-jelas bertentangan dengan hukum? Dan kenapa hal ini harus terjadi? Jawabannya sederhana saja yaitu pemerintah tidak mau membela hak-hak buruh karena buruh tidak punya uang.

Saya melihat para pemimpin kita saat ini lebih senang memperkaya diri sendiri melalui cara-cara seperti melakukan korupsi atau menerima gratifikasi dari pengusaha ketimbang harus berjuang membela kebenaran. Di Indonesia setiap bulan selalu saja ada demo-demo atau mogok kerja yang dilakukan para buruh tujuannya Cuma satu yaitu menuntut keadilan yang seadil-adilnya tapi herannya persoalan buruh tidak pernah ada ujungnya padahal persoalannya hanya itu-itu saja dan pengusaha seperti mendapat tempat istimewa di hati para oknum-oknum yang hanya selalu mengejar uang demi kepentingan pribadi. Sebenarnya kita semua sebagai warga Negara Indonesia yang menempatkan hukum diatas segala-galanya harus instropeksi diri dan harus punya rasa malu kepada bangsa lain, kenapa? Karena mereka begitu menghargai hak-hak buruh sehingga ekonomi mereka stabil bahkan bisa dikatakan maju karena peranan dari para pahlawan ekonomi mereka yaitu “buruh” bukan sama seperti Negara kita, di tiap propinsi di Indonesia semua buruh berteriak menuntut hak-hak mereka, justru pejabat-pejabat yang ada berlomba-lomba korupsi tanpa peduli dengan nasib buruh.

Buruh tidak akan melakukan mogok kerja atau demo kalau ada perhatian dari pemerintah, kalau ada perhatian dari pemerintah, kalau pemerintah bisa bersikap tegas terhadap pengusaha yang melanggar hak-hak normative buruh tentunya ini akan berdampak positif terhadap kinerja mereka karena yang membuat kesenjangan antara buruh dan pengusaha yaitu pemerintah sendiri, kenapa pemerintah membuat suatu produk hukum seperti Undang-Undang, Peraturan Pemerintah, keputusan menteri sampai ke “Perda” tapi anehnya aturan-aturan ini seringkali dilanggar bahkan diabaikan oleh pemerintah sendiri, kita ambil contoh penetapan Upah Minimum Provinsi yang ditetapkan oleh “Gubernur” melalui Surat Keputusan, yang seharusnya isi dari surat keputusan itu harus diamankan dan dijalankan oleh seluruh stakeholder yang ada di Kabupaten/Kota dengan bekerjasama para Kepala Dinas tenaga kerja malah yang terjadi sebaliknya banyak pengusaha tidak membayar upah buruh sesuai UMP, ini jelas pelanggaran tapi kenapa tidak ditindak dan diberikan sanksi? ada apa sebenarnya? 

Bisa saja tidak menutup kemungkinan para pengusaha ini merupakan bank pribadi dari oknum-oknum pejabat yang berwenang mengurus persoalan buruh karena aturannya kalau ada pengusaha yang tidak mampu melaksanakan UMP tentunya pengusaha tersebut harus menyurat ke Gubernur untuk melakukan penangguhan UMP tentunya disertai dengan laporan keuangan perusahaan serta harus diaudit oleh akuntan publik, penangguhan itupun hanya sampai 3 (tiga) bulan dan dibulan yang keempat pengusaha harus melaksanakan kewajibannya. 

Contoh lain apabila ada buruh yang membentuk organisasi buruh atau menjadi pengurus dari organisasi buruh tersebut sudah pasti buruh akan dihalang-halangi dan malah mendapat ancaman dipecat atau di PHK karena pengusaha tidak mau kalau ada buruhnya aktif menuntut hak-haknya, sebab bagi mereka buruh ini akan menjadi ancaman serius dalam perusahaan padahal melalui Undang-Undang dasar Negara Republik Indonesia semua warga Negara berhak mengeluarkan pendapat dimuka umum artinya bangsa Indonesia menjamin kebebasan berserikat apalagi sudah diterbitkan Undang-Undang No. 21 Tahun 2000 tentang Serikat Buruh/Serikat Pekerja tapi kenapa setiap pembentukan organisasi buruh di perusahaan selalu diintervensi pengusaha? Mana kata merdeka bagi buruh?

Janganlah para buruh hanya dijadikan mesin produksi bagi satu perusahaan tanpa melihat kesejahteraan buruh dan keluarganya, sudah saatnya buruh hidup layak dan dihargai karena kalau buruh sejahtera maka pendapatan perusahaan akan bertambah sehingga perekonomian bangsa kita akan jauh lebih baik bukan malah sebaliknya buruh dijajah oleh bangsanya sendiri dan kalau hal itu terus terjadi maka dimana rasa keadilan dan kemerdekaan bagi kaum buruh. Ingat … buruh juga merupakan faktor penentu perekonomian bangsa Indonesia didalamnya buruh banyak berbuat untuk membawa Indonesia ke arah yang lebih baik.

Di akhir tulisan ini, saya mengingatkan kepada para Pengusaha dan Penguasa untuk secara sadar dan ikhlas memberikan “kemerdekaan” kepada kaum buruh yaitu dengan memberikan hak-hak mereka seutuhnya tanpa harus dirampas dan diperkosa demi kepentingan pribadi dan kepada kaum buruh saya memberikan dua pilihan kepada anda : DIAM TERTINDAS atau BANGKIT BERJUANG ???
Demikianlah tulisan ini dapat disajikan dan kiranya akan menjadi perhatian bagi kita semua khususnya pemerintah agar supaya kesejahteraan buruh mengalami peningkatan dan bebas dari segala bentuk penindasan.

Sumber ; http://www.harian-komentar.com/
Penulis : Denny H. Sorongan
-    Anggota LBH KSPI Sulut
-    Wakil Ketua DPC Konfederasi Serikat Pekerja Indonesia Kota Manado
-    Anggota JLKI Sulut

Komentar

Postingan populer dari blog ini

6 Tanda Anda Kelelahan Kerja

5 Cara Untuk Lebih Dihargai