Upah Buruh Mengacu Produktivitas dan Kualitas

Foto ; http://www.republika.co.id/

"Masalah kenaikan upah minimum selalu menimbulkan pro dan kontra," kata Hendri ketika ditemui dalam acara "Core Indonesia Mengenai Kebijakan Pengupahan" di Gedung SME Tower, Jakarta, Selasa (26/11). Hendri mengatakan, sebenarnya upah minimum Indonesia bukan yang paling murah mengingat masih ada negara lain yang mempunyai upah lebih rendah seperti Vietnam, Myanmar dan Laos. Namun tidak bisa dipungkiri upah Indonesia masih relatif rendah dibandingkan dengan Tiongkok, Malaysia, Thailand atau Filipina.



"Dengan kebijakan industri yang masih berbelit-belit mendorong pengusaha menekan biaya produksi dari komponen upah buruh," kata dia. Peneliti Senior Core Indonesia Muhammad Faisal mengatakan memasuki Masyarakat Ekonomi Asean (MEA) 2015, tingkat produktivitas buruh harus lebih ditingkatkan agar Indonesia bisa menjadi production based. Jika produktivitas buruh tidak ditingkatkan, Indonesia hanya menjadi market. Dari fakta yang ada, 2/3 atau 67 persen dari 240 juta penduduk Indonesia berpendidikan paling tinggi SMP, sementara Singapura 80 persen tingkat pengangguran didominasi lulusan perguruan tinggi.


JAKARTA - Direktur Eksekutif Core Indonesia Hendri Saparini mengatakan kebijakan pengupahan di Indonesia harus didasarkan pada dua hal yaitu tingkat produktivitas tenaga kerja dan kebijakan industri yang berkualitas.

"Masalah kenaikan upah minimum selalu menimbulkan pro dan kontra," kata Hendri ketika ditemui dalam acara "Core Indonesia Mengenai Kebijakan Pengupahan" di Gedung SME Tower, Jakarta, Selasa (26/11).

Hendri menjelaskan, di satu sisi gerakan anti buruh murah menganggap Indonesia sudah tidak tepat menerapkan kebijakan upah murah karena tingginya biaya hidup layak. Sementara di sisi lain, para pengusaha mendesak pemerintah menekan kenaikan upah untuk menjaga daya saing industri. Pengusaha beralasan industri menghadapi deindustrialisasi dan persaingan yang ketat ditambah kebijakan industri di Indonesia masih berbelit-belit.

Hendri mengatakan, sebenarnya upah minimum Indonesia bukan yang paling murah mengingat masih ada negara lain yang mempunyai upah lebih rendah seperti Vietnam, Myanmar dan Laos. Namun tidak bisa dipungkiri upah Indonesia masih relatif rendah dibandingkan dengan Tiongkok, Malaysia, Thailand atau Filipina.

Menurutnya, perbedaan upah itu disebabkan tingkat produktivitas dan kebijakan industri setiap negara tidak sama. Misalnya di Tiongkok, upah yang dibayarkan perusahaan telah memperhitungkan biaya hidup buruh dan anggota keluarganya. Upah di Tiongkok tidak memperhitungkan pemenuhan kebutuhan pendidikan dan kesehatan karena telah ada sistem jaminan sosial.

Lain halnya di India, faktor produktivitas dan keterampilan dimasukkan ke dalam komponen wajib perhitungan upah minimum, sementara di Indonesia upah minimum termasuk untuk membiayai berbagai pelayanan dasar.

Dia menuturkan, kebijakan industri di Indonesia belum bisa mendorong pertumbuhan sektor usaha sehingga mengakibatkan biaya produksi meningkat. Kebijakan indistri yang dinilai berbelit-belit adalah tingginya biaya energi listrik dan bahan bakar minyak (BBM), pungutan liar, rumitnya birokrasi, serta kurang memadainya pembangunan infrastruktur dan logistik.

"Dengan kebijakan industri yang masih berbelit-belit mendorong pengusaha menekan biaya produksi dari komponen upah buruh," kata dia.

Dia menilai kebijakan industri yang tidak komprehensif dan kurang pro bisnis mengakibatkan market share produk dalam negeri Indonesia menurun. Akibatnya produktivitas per tenaga kerja juga tergerus dan biaya tenaga per unit produk akan meningkat.

Pemerintah harus banyak belajar dari Tiongkok dengan dukungan kebijakan industri yang mampu menguasai market share manufaktur, sehingga produktivitas tenaga kerja meningkat dan biaya tenaga kerja per unit terus menurun.

Dia mengatakan selain mempertimbangkan tingkat produktivitas dan kebijakan industri, kebijakan pengupahan di Indonesia juga harus mempertimbangkan aspek pertumbuhan, daya saing ekonomi dan pemerataan ekonomi secara berkesinambungan.

"Kebijakan pengupahan tidak lagi menjadi domain Menteri Tenaga Kerja Transmigrasi tetapi menjadi kebijakan pada level Menteri Koordinasi Perekonomian terkait pengendalian inflasi," ungkap dia

Hendri mengatakan untuk menjaga daya beli buruh dan daya saing industri, Core mengusulkan penyesuaian upah minimum berdasarkan kondisi politik dan ekonomi tidak lagi menjadi ritual tahunan.

Beberapa negara seperti Brazil memang memberlakukan penyesuaian upah tahunan seperti Indonesia. Ada juga yang dua tahunan seperti Tiongkok dan Amerika Serikat (AS). Namun ada pula yang menyesuaikan dengan situasi dan kondisi global seperti Rusia, Nigeria dan Malaysia, sedangkan di Perancis, penyesuaian upah dilakukan mengikuti perkembangan inflasi sehingga bisa dinaikan beberapa kali dalam setahun.

Dia mengatakan, pemerintah perlu menyelesaikan kebijakan industri menjadi lebih berkualitas dan harus ada re-orientasi kebijakan pengupahan dari yang semula berorientasi pada peningkatan daya beli buruh semata, menjadi kebijakan pengupahan yang mempertimbangkan aspek pertumbuhan. Sementara itu dari sisi buruh harus meningkatkan produktivitas agar perusahaan menjadi untung.

Peneliti Senior Core Indonesia Muhammad Faisal mengatakan memasuki Masyarakat Ekonomi Asean (MEA) 2015, tingkat produktivitas buruh harus lebih ditingkatkan agar Indonesia bisa menjadi production based. Jika produktivitas buruh tidak ditingkatkan, Indonesia hanya menjadi market. Dari fakta yang ada, 2/3 atau 67 persen dari 240 juta penduduk Indonesia berpendidikan paling tinggi SMP, sementara Singapura 80 persen tingkat pengangguran didominasi lulusan perguruan tinggi.

Faisal mengatakan, pemerintah harus mencari solusi untuk meningkatkan produktivitas melalui pelatihan kepada buruh, seperti penguasaan bahasa asing atau keterampilan dalam menggunakan teknologi.

"Jika tidak dilakukan Indonesia akan dibanjiri tenaga tenaga atau buruh hebat dari negara lain serta mendapatkan fasilitas terbaik. Sedangkan buruh Indonesia bekerja di negara lain tanpa mendapatkan fasilitas karena produktivitasnya masih dianggap kurang memiliki daya saing," kata dia. (Investor Daily/Dho)

Sumber ; http://www.investor.co.id/

Komentar

Postingan populer dari blog ini

6 Tanda Anda Kelelahan Kerja

Arti Sebuah Kemerdeka an Bagi Buruh

5 Cara Untuk Lebih Dihargai